Kata Kata Ku

Gemericik Kata

Sabtu, 29 Juni 2013

Risalah 3



Risalah Cinta Buat Tsabitah

Tsabitahku tersayang...
Surat-surat yang lalu aku telah banyak bercerita tentang cinta kami terhadapmu, dan betapa sukacitanya kami akan kelahiranmu. Banyak nasehat dan pengharapan yang tertoreh pada gapura selamat datang atas kehadiranmu.

Pada kesempatan ini, izinkan aku bercerita sedikit tentang wanita yang melahirkanmu, wanita yang mampu memahat prasasti karang cinta di semenanjung hatiku. Membangun arsitektur asmara di pedalaman jiwaku. Kau tahu, aku berkali-kali jatuh cinta pada wanita ini sepanjang hidupku. Kau boleh tersenyum Tsabitah.

Sampai sekarang, setelah kau lahir, aku semakin merekat dengan Ibumu, (kau biasa memanggilnya Umi) aku semakin peka akan getaran kehadirannnya lebih daripada waktu-waktu yang lalu. Pernah suatu waktu, aku menjumpainya secara tak sengaja di tengah khalayak ramai ( di sebuah mall yang sering kami kunjungi menikmati keberduaan sebelum kau lahir). Kau tahu apa yang kurasakan saat itu. Rasanya semua orang yang ada disana bersekutu mengalunkan lagu paling merdu untuk kami, pun pula akhirnya kami mendekat rasanya aku ingin berpelukan saja.

Kalau aku pulang pada sore hari, aku selalu menikmati moment setiap cecah langkahku mendekati pintu rumah. Aku sering berdebar-debar menunggu ibumu membuka pintu dan menjawab salam dengan suara altonya, ia akan bergegas menyambut kedatanganku, meninggalkan apapun yang sedang ia kerjakan, kemudian mencium tanganku, mendekatkan tubuhnya kepada tubuhku, menyatakan kerinduan dengan bahasa tubuh. Ah, Tsabitah. Sungguh, saat-saat paling mustajab melarung keletihan ketika lapisan epidermis kami bersentuhan.

Ibumu tak memerlukan waktu lama untuk menenangkan kerusuhan hatiku yang bersemayam sepanjang hari. Ia mengajarkan bahwa ketenangan jiwa merupakan jawaban dari kekalutan diriku.

Biasanya setelah itu, aku akan duduk termenung sendirian, tidak, tidak persis seperti itu, ditemani segelas teh hangat beraroma melati dan beberapa potong biskuit yang berlapis ratusan, sambil memandang dirinya yang lalu-lalang menunai pekerjaan rumah tangga. Dalam kesendirian aku tak henti-hentinya bersyukur atas anugrah dalam hidupku ini, seperti sebuah lagu romantis bahwa keindahan baitnya melumuri sepajang instalasi kalimat di dalamnya.

Oh, Tsabitah. Kau sungguh beruntung dilahirkan dari wanita ini, belajarlah kelak nak! tentang pengabdian dan kesetiaan, tentang cinta dan kebahagian pada wanita yang kau panggil Umi ini. Tsabitah kau sungguh beruntung.


Rasidisamee 280313

2 komentar: